Selasa, 13 Juli 2010

Kolitis ulserative

KOLITIS ULSERATIVE

A. Definisi :
merupakan penyakit idiopatik (mungkin ada peran rx autoimun terhadap rangsang dari luar) yang ditemukan pada dewasa (15 – 30 tahun) dan manula (60 – 80 tahun), wanita < pria, > ditemukan di rektum (proktitis ulserosa)

merupakan penyakit inflamasi mukosa yang membentuk abses di kripta Lieberkühn yang bergabung menjadi ulkus ↔ antara ulkus terbentuk udem dan proliferasi radang yang mirip dengan polip (pseudopolip/polip radang)

Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis dimana usus besar atau kolon mengalami inflamasi dan ulserasi menghasilkan keadaan diare berdarah, nyeri perut, dan demam.

Kolitis ulseratif dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi yang intermiten dari gejala. Serangan pertama dari penyakit ini masih mempunyai diagnosis banding yang luas sehingga untuk menegakkan diagnosisnya dilakukan dengan penapisan berbagai penyebab lain (terutama penyebab infeksi) dan dengan pemeriksaan sigmoidoskopi atau kolonoskopi dengan biopsi. Serangan pertama kolitis ulseratif mempunyai gejala prodromal yang lebih lama daripada penyakit infeksi akut. Bukti pendukung diagnosis kolitis ulseratif adalah ketidak terlibatan usus kecil.

B. Epidemiologi
Onset pada kisaran usia 20-25 tahun, insiden ­ pada ras kaukasoid, terutama suku bangsa Yahudi; 10% bersifat familial

C. Klasifikasi
1. Berdasarkan lokasi kolon yag terkena penyakit ini diklasifikasikan sebagai:
o Proktitis dan proktosigmoiditis (50%), mengenai lokasi rectum dan sigmoid
o left-sided colitis (30%), mengenai lokasi kolon desenden (fleksura splenika)
o extensive colitis (20%), mengenai lokasi kolon keseluruhan

2. Berdasarkan derajat keparahannya
o colitis ulseratif ringan, sedang, dan berat , dengan menggunakan parameter frekuensi defekasi (per hari), pulsus (denyut/menit), hematokrit (%), penurunan berat badan (%), temperature (°C/°F), LED (mm/h), dan albumin (g/dl).

D. Etiologi
Penyebab pasti dari penyakit ini masih belum juga diketahui. Teori tentang apa penyebab kolitis ulseratif sangat banyak, tetapi tidak satupun dapat membuktikan secara pas. Penelitian-penelitian telah dilakukan dan membuktikan adanya kemungkinan lebih dari satu penyebab dan efek kumulasi dari penyebab tersebut adalah akar dari keadaan patologis. Penyebabnya meliputi herediter, faktor genetik, faktor lingkungan, atau gangguan sistem imun. Secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.

Faktor ekstrinsik:
o Diet: asupan makanan cepat saji dan gula telah dihubungkan pada banyak penelitian dengan kemungkinan menderita kolitis ulseratif.
o Infeksi: beberapa peneliti menyatakan bahwa kolitis ulseratif dapat berhubungan dengan beberapa infeksi saluran cerna yang disebabkan oleh mikroorganisme E. Coli. Satu teori menjelaskan bahwa virus measles yang belum dibersihkan dari tubuh dengan tuntas dapat menyebabkan inflamasi kronik ringan dari mukosa usus.
o Obat-obatan: penelitian juga menunjukkan hubungan antara asupan oral pil kontrasepsi dan kolitis ulseratif dapat menyebabkan pasien menderita serangan apalagi jika mengkonsumsi antibiotik dan NSAIDs.

Faktor intrinsik
a. Gangguan sistem imun: beberapa ahli percaya bahwa adanya defek pada sistem imun seseorang berperan dalam terjadinya inflamasi dinding usus. Gangguan ini ada 2 jenis:
- Alergi: beberapa penelitian menunjukan bahwa kolitis ulseratif adalah bentuk respon alergi terhadap makanan atau adanya mikroorganisme di usus
- Autoimun: penelitian terbaru menunjukkan bahwa kolitis ulseatif dapat merupakan suatu bentuk penyakit autoimun dimana sistem pertahanan tubuh menyerang organ dan jaringan tubuh sendiri. Diantaranya adalah usus besar.
b. Genetik: penelitian terbaru menujukkan bahwa faktor genetik dapat meningkatkan kecenderungan untuk menderita kolitis ulseratif.
c. Faktor herediter: adanya anggota keluarga yang menderita kolitis ulseratif akan meningkatkan resiko anggota keluarga lain untuk menderita penyakit serupa.
d. Psikosomatik: pikiran berperan penting dalam menjaga kondisi sehat atau sakit dari tubuh. Setiap stres emosional mempunyai efek yang merugikan sistem imun sehingga dapat menyebabkan penyakit kronik seperti kolitis ulseratif. Terdapat fakta bahwa banyak pasien kolitis ulseratif mengalami situasi stres berat dikehidupannya.

E. Patologi
• Luasnya : meliputi rektum dan meluas ke proksimal dan organ-organ yang berdekatan; 50% pasien menderita proktosigmoiditis, 30% kolitis kolon sisi kiri, dan 20% kolitis ekstensif.
• Tampilan : mukosa granular, rapuh dengan ulkus kecil; terdapat pseudopolip
• Biopsi : Mikroulserasi superfisialis; abses kripta (PMN); tidak ada granuloma

F. Patofisiologi
Proses radang mulai di rektum sebagai radang yang difus, naik ke bagian proksimal dan seluruh kolon dapat terkena. Ada infiltrasi sel-sel polimorf, sel plasma dan eosinofil ke lamina propria, ada edema dan pelebaran vaskuler, kelenjar-kelanjar ikut meradang dan terjadi abses-abses di kripta-kripta Lieberkuhn.

Kemudian terdapat destruksi kelenjar-kelenjar dan ulserasi pada epitel. Makroskopis mukosa kelihatan hiperemis secara difus pada keadaan yang ringan dan kelihatan ulserasi pada keadaan yang sedang dan berat. Dinding usus bisa menjadi tipis dan tidak jarang ini menyebabkan perforasi.

Pada waktu penyembuhan terjadi proses granulasi yang sering berlebihan sehingga menyerupai suatu polip disebut pseudopolip. Pada kasus yang menahun, usus akan menjadi lebih pendek, sering timbul penyempitan lumen, walaupun striktura jarang terjadi. Pada sebagian kecil penderita, proses radang hanya terdapat pada rektum

Kolitis ulseratif merupakan penyakit primer yang didapatkan pada kolon, yang merupakan perluasan dari rektum. Kelainan pada rektum yang menyebar kebagian kolon yang lain dengan gambaran mukosa yang normal tidak dijumpai. Kelainan ini akan behenti pada daerah ileosekal, namun pada keadaan yang berat kelainan dapat tejadi pada ileum terminalis dan appendiks. Pada daerah ileosekal akan terjadi kerusakan sfingter dan terjadi inkompetensi. Panjang kolon akan menjadi 2/3 normal, pemendekan ini disebakan terjadinya kelainan muskkuler terutama pada koln distaldan rektum. Terjadinya striktur tidak selalu didaptkan pada penyakit ini, melaikan dapat terjadi hipertrofi lokal lapisan muskularis yang akan berakibat stenosis yang reversible

Lesi patologik awal hanya terbatas pada lapisan mukosa, berupa pembentukan abses pada kriptus, yang jelas berbeda dengan lesi pada penyakit crohn yang menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat menyebabkan kerapuhan hebat sehingga terjadi perdarahan pada trauma yang hanya ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan.

Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah menembus dinding kriptus dan menyear dalam lapisan submukosa, menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terlepas menyisakan daerah yang tidak bermukosa (tukak). Tukak mula- mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium yang lebih lanjut, permukaan mukosa yang hilang menjadi lebih luas sekali sehingga menyebabkan banyak kehilangan jaringan, protein dan darah.


G. Manifestasi klinis
• Diare berdarah yang menyolok, kram abdomen bagian bawah dan urgensi
• Kolitis fulminan : berjalan progresif cepat sekitar 1-2 minggu dengan ↓ hematokrit, ↑ LED, demam, hipotensi, > 6 x BAB berdarah tiap hari, distensi abdomen dengan bising usus yang menghilang.
• Megakolon toksik : dilatasi kolon (> 6 cm pada KUB), atonia kolon, dan toksisitas sistemik.
• Perforasi
• Ekstrakolon (25%)
o Eritema nodosum, pioderma gangrenosum, ulkus aftosa, iritis, episkleritis, gangguan tromboembolik.
o Artritis seronegatif, hepatitis kronis, sirosis, kolangitis sklerotikans, kolangiokarsinoma.


Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak sangat sakit.

Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir.

Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih.
Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul.

Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang.
Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah.
Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang.


Tanda utama ialah perdarahan dari rektum dan diare bercampur darah, nanah, dan lendir. Biasanya disertai tenesmus dan kadang inkontinensia alvi. Biasanya penderita mengalami demam, mual, muntah, dan penurunan berat badan.
Terdapat tiga tipe klinis kolitis ulseratif yang sering terjadi, yan dikaitkan dengan seringnya gejala:
1. Kolitis ulseratif akut fulminan ditandai dengan awitan mendadak dan disertai pembentukan terowongan dan pengelupasan mukosa, menyebabkan keilangan banyak darah dan mukus. Jenis kolitis ini terjadi pada sekitar 10% penderita. Prognosisnya jelek dan sering terjadi komplikasi megakolon toksik.

2. Sebagian besar penderita kolitis ulseratif merupakan jenis yang intermiten (rekuren). Timbulnya kecenderungan selama- berbulan- bulan sampai bertahun- tahun. Bentuk ringan penyakit ditandai oleh serangan singkat yang terjadi dengan interval berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berlangsung selama 1-3 bulan. Mungkin hanya terdapat sedikit atau tidak ada demam atau gejala- gejala konstitusional, dan biasanya hanya kolon bagian distal yang terkena. Demam atau gejala sistemik dapat timbul pada bentuk yang lebih berat dan serangan dapat erlangsung selama 3-4 bulan, kadang- kadang digolongkan sebagai tipe kronik kontinyu, penderita dibandingan dengan tipe intermiten, kolon yang terkena cenderung lebih luas dan lebih sering terjadi komplikasi terus menerus diare setelah serangan permulaan.

3. Pada kolitis ulseratif ringan, diare mungkin ringan dengan perdarahan ringan dan intermitten. Pada penyakit yang berat defekasi dapat lebih dari 6 kali sehari disertai banyak darah dan mukus. Kehilangan banyak darah dan mukus yang kronik dapat mengakibatkan anemia dan hipoproteinemia. Nyeri kolik hebat ditemukan pada abdomen bagian bawah dan sedikit mereda setelah defekasi. Sangat sedikit kematian yang disebabkan penyakit ini tapi dapat menimbulkan cacat ringan atau berat.

H. Differential diagnosis
karsnoma kolon, divertikulitis, tifoid fever, morbus Crohn, tbc, dan amubiasis

Clinic UC CD

Chronic Diarrhea ++ ++
Hematoschezia ++ +
Abdominal Pain + ++
Abdominal Mass - ++
Fistul +/- ++
Stenosis + ++
Intestine involved +/- ++
Rectal involved 95% 50%
Extraintestinal + +
Megacolon toxic + +/-


I. Penegakan diagnosis
a. Anamnesis : nyeri perut, mual, nafsu makan menurun, badan lemas.
b. Pemeriksaan fisik : keadaan umum, vital sign
c. Laboratory
- not spesific
- abnormality of Hb, leucosit, LED, trombosit, CRP, fe serum.
- to evaluated severity of disease and nutrition status.

d. Radiology
- Double contras barium show stricture lesion, fistul, ulcer, polyp, irregular mucosa
- Contraindication for severe UC

e. Endoscopy
- Important role for diagnostic and treatment of IBD.
- Acuracy : 89%

f. Histopatology
- UC : crypti abscess, crypti dilatation, Mn infiltration, Pmn infiltration.
- CD : granulomatous, macrofag and lymfosit infiltration.

Anamnesis
History of illness


Evaluation
clinical illness Physical examination


Radiology
Colonoscopy Laboratory
Histopatology DPL, LED, CRP, Feces, CEA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan tinja.

Pemeriksaan darah menunjukan adanya:
- anemia
- peningkatan jumlah sel darah putih
- peningkatan laju endap darah.

Sigmoidoskopi (pemeriksaan sigmoid) akan memperkuat diagnosis dan memungkinkan dokter untuk secara langsung mengamati beratnya peradangan. Bahkan selama masa bebas gejalapun, usus jarang terlihat normal.
Contoh jaringan yang diambil untuk pemeriksaan mikroskopik menunjukan suatu peradangan menahun.

Rontgen perut bisa menunjukan berat dan penyebaran penyakit.

Barium enema dan kolonoskopi biasanya tidak dikerjakan sebelum pengobatan dimulai, karena adanya resiko perforasi (pembentukan lubang) jika dilakukan pada stadium aktif penyakit.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran penyakit dan untuk meyakinkan tidak adanya kanker.

Peradangan usus besar memiliki banyak penyebab selain kolitis ulserativa. Karena itu, dokter menentukan apakah peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau parasit.
Contoh tinja yang diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa dibawah mikroskop dan dibiakkan.
Contoh darah dianalisa untuk menentukan apakah terdapat infeksi parasit.
Contoh jaringan diambil dari lapisan rektum dan diperiksa dibawah mikroskop.
Diperiksa apakah terdapat penyakit menular seksual pada rektum (seperti gonore, virus herpes atau infeksi klamidia), terutama pada pria homoseksual.
Pada orang tua dengan aterosklerosis, peradangan bisa disebabkan oleh aliran darah yang buruk ke usus besar.

Kanker usus besar jarang menyebabkan demam atau keluarnya nanah dari rektum, namun harus difikirkan kanker sebagai kemungkinan penyebab diare berdarah.

J. PENATALAKSANAAN
Ada dua tujuan dari terapi yaitu:
(1) menghentikan serangan akut dan simptomatik
(2) mencegah serangan kambuhan.

a) Menghentikan serangan akut : Active inflamation
- Corticosteroid, prednison 40-60mg/day
metilprednisolon 0,5 – 1mg/bw
- Tapering of 8-12 weeks

- 5 ASA : 2-4 gr/day
combined sulfapiridin and aminosalisilat
remision ; 16- 24 weeks
prevent colonrectal cancer
b) Mencegah kekambuhan :Recurance inflamation

1. 5 ASA/mesalazine
Maintanance dose : 1,5 – 3 gr/day
for descenden colon to rectosigmoid :
suppositoria-enema.

2. Imunosupresiv
- Metrotexate
- Azathioprine
- 6 Mercaptopurine
- Cyclosporine

3. Antibiotic, probiotic, biologic agent
- infiximab, centrolizumab.
- ciprofloksasin, metronidazol.
c) Lifestyle
d) Mencegah komplikasi
e) Pembedahan

K. Komplikasi
o Pendarahan
o Colitis toksik
o Karsinoma kolon : setelah 10 tahun, risiko ­ 1% / tahun; skrining dengan kolonoskopi tiap tahunnya.
o Stricture
o Anal fissure
o Perianal abses

L. Prognosis
Kolitis ulceratif adalah penyakit seumur hidup dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi. Untuk sebagian besar pasien penyakit dapat dikontrol dengan terapi obat-obatan tanpa operasi. Sebagian besar tidak memerlukan rawat inap. Manajemen yang tepat, sebagian besar pasien dapat membuat hidup lebih produktif.
M. KDU : 3A



By Shafira Sepriana
berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...